ZMedia Purwodadi

Kadispora Kota Cirebon Jadi Tersangka Korupsi Gedung Setda Kota Cirebon

Table of Contents

Kejaksaan Negeri Kota Cirebon, menetapkan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Kota Cirebon yaitu IW (58) sebagai salah satu tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Gedung Sekretariat Daerah (Setda) setempat yang dikerjakan pada 2016-2018.


Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Cirebon Slamet Haryadi di Cirebon pada hari Rabu (27/8/2025) mengatakan IW ditetapkan tersangka bersama lima orang lainnya setelah penyidik pidana khusus mengumpulkan bukti serta memeriksa sejumlah saksi.


“Total ada enam orang yang ditetapkan tersangka dalam kasus pembangunan Gedung Setda Kota Cirebon,” katanya.


IW bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen pada 2018 sekaligus menjadi Kepala Bidang PUTR di dinas terkait.


Menurutnya, pelaku lain yang ditetapkan sebagai tersangka adalah pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) PH (59), Kepala Dinas PU sekaligus pengguna anggaran tahun 2017 BR (67) serta team leader dari PT Bina Karya yakni HM (62).


“Kemudian AS (52) selaku Kepala Cabang (Kacab) Bandung PT Bina Karya, dan FR (53) yang menjabat Direktur PT Rivomas Pentasurya pada 2017-2018,” katanya.


Hasil penyidikan menunjukkan, pelaksanaan pembangunan Gedung Setda Kota Cirebon tidak sesuai dengan rencana anggaran biaya (RAB) serta spesifikasi teknis sebagaimana yang tercantum dalam kontrak.


Ia juga mengatakan tim ahli dari Politeknik Negeri Bandung menilai kualitas maupun kuantitas, dari pekerjaan pada proyek pembangunan gedung tersebut tidak sesuai kontrak.


Dari hasil audit, kata dia, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mencatat kerugian negara dalam proyek tersebut mencapai Rp26,52 miliar dari total nilai kontrak sekitar Rp86 miliar. Kejari Kota Cirebon pun berhasil menyita uang sekitar Rp788 juta, dari sisa hasil dugaan korupsi tersebut.


Pihaknya mengungkapkan modus yang dilakukan para tersangka dalam kasus ini, yaitu mengurangi kualitas serta kuantitas pekerjaan agar memperoleh keuntungan lebih.


Dia mengatakan para tersangka diduga melakukan pencairan anggaran yang tidak sesuai aturan serta menaikkan progres pekerjaan, padahal kondisi bangunan masih belum selesai.


"Dalam praktiknya juga ditemukan dugaan pemalsuan dokumen, khususnya laporan progres pembangunan yang dinyatakan selesai padahal belum rampung,” tuturnya.


Slamet menegaskan keenam tersangka, kini dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.


Sebagai dakwaan subsidiair, penyidik pun menjerat mereka dengan Pasal 3 Jo Pasal 18 dalam UU yang sama.