Beras Surplus, Tapi Harga Masih Mahal – Ini Penjelasannya
Table of Contents
Beras Surplus, Tapi Harga Masih Mahal – Ini Penjelasannya
Meski pemerintah mengklaim Indonesia mengalami surplus beras nasional hingga 3,7 juta ton, harga beras di pasaran tetap tinggi.
Data Badan Pangan Nasional mencatat produksi beras hingga Oktober 2025 diperkirakan mencapai 31,04 juta ton, sementara konsumsi hanya sekitar 27,3 juta ton. Artinya, secara nasional stok beras aman.
Namun di lapangan, harga beras justru naik. Berdasarkan data PIHPS per 9 September 2025, harga beras kualitas Super II di Jawa Tengah mencapai Rp19.850/kg, tertinggi dari beberapa provinsi. Rata-rata nasional berada di kisaran Rp16.610/kg.
Kenapa Bisa Mahal Meski Surplus?
Pengamat pangan menilai ada beberapa faktor yang membuat harga beras tetap tinggi meski stok melimpah:
Distribusi belum merata. Surplus beras banyak menumpuk di sentra produksi atau gudang, namun tidak cepat sampai ke daerah yang membutuhkan.
Varietas beras berbeda. Surplus bisa didominasi beras medium, sementara permintaan premium lebih tinggi sehingga harganya tetap mahal.
Masalah musiman. Produksi berkurang di luar musim panen raya sehingga pasokan ke pasar berkurang.
Operasi pasar belum optimal. Penyaluran Cadangan Beras Pemerintah (CBP) melalui Bulog belum sepenuhnya menekan harga di semua daerah.
Badan Pangan Nasional dan Bulog terus menggelar operasi pasar dan program SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) untuk menekan harga. Stok CBP saat ini mencapai 3,9 juta ton, siap digelontorkan ke pasar jika harga terus melonjak.
Pemerintah juga berencana memperbaiki tata kelola distribusi, meningkatkan kapasitas gudang, serta memperluas jangkauan operasi pasar agar masyarakat bisa membeli beras dengan harga terjangkau.
Harga beras yang tinggi berpotensi menekan daya beli masyarakat dan memicu inflasi pangan. Di sisi lain, pemerintah harus tetap menjaga harga gabah petani agar mereka tetap sejahtera.
Pengamat menilai kunci utama adalah mempercepat distribusi, menjaga stok di daerah, dan transparansi rantai pasok agar surplus benar-benar dirasakan konsumen, bukan hanya di atas kertas.